Para wali adalah penyebar-penyebar agama
islam yang dengan tekun dan ikhlas melaksanakan tugasnya. Jumlah mereka
banyak sekali di Indonesia, termasuk beberapa orang yang hidup di masa
ini dan dipercaya oleh sebagian umat islam sebagai wali juga. Misalnya
Mbah Dalhar di Magelang, Mbah Nur di Moga Pemalang, dan beberapa orang
sayid dan kiai sepuh lainnya.
Namun, diantara wali-wali itu, yang
terbesar dan terkenal sebagai penghulu para wali di Indonesia adalah
mereka yang dinamakan Wali Sanga, yaitu yang hidup pada periode akhir
Majapahit, pada masa Demak dan pada masa Pajang. Kesembilan wali itu
adalah Maulana Malik Ibrahim atau Syeikh Maghribi, Sunan Ampel, Sunan
Bonang, Sunan Drajad, Sunan Giri, Sunan Muria, Sunan Kudus, Sunan
Kalijaga, dan Fatahillah atau Sunan Gunung Jati.
Cerita tentang mereka sebetulnya sangat
menarik, teteapi ada satu hal yang membuat peminat cerita wali itu agak
tersendat-sendat, yakni tentang asal-usul serta silsilah mereka.
Maka,berdasarkan beberapa bacaan serta
catatan yang bisa dikumpulkan, kemudian dengan membanding-banding serta
menarik kesimpulan yang paling mendekati kemungkinandapatlah dinyatakan
bahwa para wali itu, berbeda pendapat sementara ahli sejarah, seluruhnya
adalah asli bangsa Indonesia, kecuali Sunan Kudus.
Untuk jelasnya,marilah kita telusuri dari jaman Majapahit terakhir.
Waktu itu kerajaan tersebut sangat
kacau, demikian yang disampaikan oleh beberapa pelaut Cina. Para
bangsawan salingbermusuhan berebut kedudukan. Keamanan tidak terjamin
sehingga masalah-masalah kecil saja bisa menyebabkan tikam-menikam.
Ditengah-tengah suasana yang bergejolak itu, menantu Prabu
WIkramawardhana, Bhre Pramesywara, yang beristrikan Maharani Suhita,
terlibat pertengkaran dengan sejumlah bangsawan lainnya. Atas desakan
hati nuraninya ia merasa lebih baik memilih keluar dari Majapahit
bersama beberapa pengikutnya, meninggalkan Suhita yang menolak diajak
serta.
Mereka mengembara sampai tiba di Tumasik
(Singapura), lantas menetap di Malaka dan membangun kerajaan disana.
Bhre Pramesywara sudah menganut agama islam. Sebagai Sultan MAlaka ia
bergelar Maget Iskandar Syah. Kemudian ia kawin dengan putrid Sultan
PAsai, Zainal Abidin Bahian Syah. Putri ini adalah kakak Maulana Malik
Ibrahim, putra sultan yang kawin dengan Dewi Candrawulan.sedangkan Dwei
Candrawulan adalah adik Dyah Dwarawati, putrid dari Campa yang menjadi
istri Prabu Brawijaya V (Bhre Kertabumi), ayah Raden Patah.
Pada tahun 1935, sesudah ia mempunyai
anak yangkemudian ditinggalkannya di Campa, yaitu Raden Ahmat atau Ali
Rahmatullah yang kelak bergelar Sunan Ampel, Maulana Malik
Ibrahimdisuruh ayahnya memimpin angkatan dakwah ke Jawa. Salah seorang
anggotanya adalah seorang saidagar dari Parsi keturunan Samarkand yang
sudah lama menetap di Pasai, yaitu Maulana Malik Ibrahim Asmarakandi,
kakek Sunan Kudus.
Maulana Malik Ibrahim wafat dan
dimakamkan di Kampung Gapura, Gresik (1419).karena mendengar berita duka
ini, Raden Rahmat yang kala itu sudah meningkat remaja berangkat dari
Campa menuju ke Jawa. Waktu perahu yang ditumpanginya merapat ke
Palembang, ia sempat berkunjung kepada Aria Damar, kakak Raden Patah
yang nama aslinya adalah Pangeran Jimbun. Aria Damar adalah adipati
Majapahit di Palembang. Sesudah masuk islam hasil bimbingan Raden
Rahmat, ia mengubah menjadi Aria Abdillah.
Lalau berangkatlah Raden Rahmat menuju
ke Trowulan, Mojokerto, tempatkedudukan kerajaan Majapahit, untuk
menemui kakak ibunya, Dyah Dwarawati. Uanya itu dikenal dengan nama Ratu
Mas. Perjalanan ini disertai dengan murid barunya, Raden Patah, yang
berniat menghadap ayahandanya, Prabu Brawijaya V.
Raden Rahmatmeneruskan perjalanannyake
Gresik.ia berziarah dulu ke makam ayahnya. Setelah itu lalu berangkat ke
Ampel dan membangun pesantren AmpelDelta yang terkenal itu. Sedangkan
Raden Patah diberi hadiah tanah oleh ayahnyadi Demak.
Adapun sultan Malaka, Megat Iskandar
Syah, oleh panggilan agamanya menyerahkan kekuasaan kepada penggantinya.
Ia aktifmenjadi juru dakwah.namanya dikenal dengan Maulana Ishak.
Perjalanan tablighnya akhirnya sampai ke
tanah Jawa. Sesudah berkunjung kepada keponakannya di Ampel, ia
disarankan untuk mengislamkan Blambangan. Rajanya waktu itu adalah Minak
Sembuju, keturunan minyak bumi ataui Minak Jinggo (putra selir Hayam
Wuruk), yangberarti masih ada hubungan darah dengannya.
Di sana ia kawin dengan Dewi Sekardadu,
putrid Minak Sembuju. Dari perkawinannya tersebut ia menurunkan anak,
Raden Paku, yang kelak tenar dengan julukan Sunan Giri. Olrh suatu sebab
yang mendasar, masalah agama, Maulana Ishak berselisih paham dengan
mertuanya dan dengan bangsawan-bangsawan lainnya. Sampai direncanakana
ia akan dibunuh. Maka, menurut desakan istrinya, ia menyingkir pulang ke
Pasai, dan kelak disana ia membangun pesantren besar dan ia tersohor
dengan gelar Syeikh Awwalul Islam. Sebelum berlayar, ia singgah dulu
kepada Sunan Ampel , memberi tahu bahwa anaknya kelak kalau lahir akan
diberi nama Raden Paku.
Dewi Sekardadu pun melahirkan anaknya.
Seperti yang dipesan ayahnya, anak itu diberi nama Raden Paku. Ia
melarikan diri dari istana karena tidak kuat menderita penderitaan batin
akibat peristiwa atas diri suaminya itu. Dalam suatu pertemuan dalam
suatu kebetulan dengan Nyai Gede Pinatihatau Nyai Ageng Maloka putri
Sunan Ampel, anak itu dititipkannya.
Setelah besar anak itu berguru kepada
Sunan Ampel dan akhirnya diangkat menjadi menantunya. Kemudian ia
mendirikan padepokan di Giri dan mendapat gelar Sunan Giri.
Sunan Ampel, selain memperoleh anak Nyai
Ageng Bela , keponakan Aria Teja, juga mendapat anak Sunan Bonang,
yaitu Sunan Drajad,dan seorang gadis yang kelak menjadi istri Sunan
Kalijaga.seperti diketahui, Aria Teja adalah perdana menteri Majapahit
merangkap adipati Tuban. Ia adalah ayah Sunan Kalijaga.
Adapun putri Sunan Ampel yang kawin
dengan Sunan Giri adalah yang dilahirkan Dewi Kharimah anak Ki Wiryo
Sarojo, murid pertama yang didapatkan di kembang kuning.
Sedangkan Sunan Kalijaga, selain menjadi
menantu Sunan Ampel, juga kawin dengan Dewi Sarah, putra Maulana Ishak
dengan sitrinya yang di Pasai. Dari perkawinan ini antara lainmemperoleh
anak Raden Umar Said yang nantinya bergelar Sunan Muria.
Wali terakhir dari kesembilan wali itu
(wafat pada tahun 1570) adalah Sunan Gunung Jati.ia berasal dari istana
Pasai, masih keluarga Maulana Malik Ibrahim dan cucu Maulana Ishak.
Sepulang dari Makkah ia berangkat ke Demak pada tahun 1521, pada saat
Sultan Trenggono baru saja naik takhta menggantikan Dipati Unus yang
berkuasa pada tahun 1518-1521. Ia dikawinkan dengan putri bungsu Raden
Patah, adik Sultan Trenggono.
Dari silsilah dan riwayat diatas,
sungguh tidak benar mereka yang berpendapat bahwa para wali adalah
orang-orang asing , dan yang pribumi adalah Sunan Kalijaga. Sudah tentu
semua ini perlu digali oleh para ahli sejarah agar riwayat para wali
yang telah diakui sebagai pelopor-pelpor penyebaran islam, di tanah Jawa
terutama, tidak dianggap mitos atau sekedar dongeng belaka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar