Abu Hudzaifah termasuk Ahlu
Badar, sementara itu orang tua dan saudara-saudaranya terbunuh dalam perang ini,
namun demikian ia tidak mendendam kepada Hamzah dan Ali yang telah membunuh
mereka. Hanya ketika mayat ayahnya dilemparkan ke sumur Badar seperti mayat
orang-orang kafir lainnya, tampak perubahan di wajahnya, sehingga Nabi SAW
bersabda, "Wahai Abu Hudzaifah, tampaknya engkau sedih dengan keadaan
ayahmu tersebut?"
"Tidak, ya
Rasulullah," Kata Abu Hudzaifah, "Aku tidak bimbang atas ayahku dan
kematiannya, hanya saja aku pernah menyampaikan tentang kebenaran ini dan
keutamaannya, sehingga aku berharap Allah memberinya hidayah kepada
Islam."
Perasaannya
sempat bergolak, ketika sebelum dimulainya perang Badar, Nabi SAW berpesan agar
mereka tidak membunuh Abbas bin Abdul Muthalib, paman Nabi SAW yang berada di
pihak kaum musyrik. Maka terlontarlah ucapannya yang emosional, "Kami
berperang untuk membunuh ayah-ayah, saudara-saudara dan keluarga-keluarga kami,
tetapi dilarang untuk membunuh Abbas!! Demi Allah, sekiranya aku menjumpainya,
aku akan menebasnya dengan pedangku…"
Ucapannya ini
disesalinya seumur hidup karena jelas telah menentang perintah Nabi SAW, dan
itu membuatnya begitu semangat berjuang untuk memperoleh syahid sebagai tebusan
ucapannya tersebut. Untungnya ia tidak bertemu dengan Abbas pada perang Badar
tersebut, yang ternyata tertawan oleh seorang sahabat Anshar dan menyerahkannya
kepada Nabi SAW.
Ketika hijrah ke Madinah Nabi SAW mempersaudarakannya
dengan Abbad bin Bisyr. Dan Abu Hudzaifah syahid di peperangan Yamamah bersama mantan budaknya, Salim di masa
khalifah Abu Bakar, yakni pertempuran dalam rangka menumpas nabi palsu,
Musailamah al Kadzdzab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar