Dalam pemerintah di Madinah, Rasulullah
mengangkat Abubakar sebagai pembantu utamanya. Barangkali setingkat
dengan perdana menteri. Sedangkan Umar bin Khattab menjabat wakil
perdana menteri. Dan sejumlah sahabat lain diberi tugas-tugas tertentu
sesuai dengan keahlian masing-masing.
Demikianlah yang dijalankan oleh Nabi
sehingga pemerintahan berlangsung dengan lancer dan bersih. Semua
peraturan baru tidak keluar begitu saja dari Nabi, tetapi dirundingkan
dulu denganpara pembantunya. Setelah disepakati, barulah diundangkan.
Sementara itu, umat Islam belum terbebas
sepenuhnya dari guncangan-guncangan. Orang-orang musyrik dari Makkah
masih sering merongrong dengan berbagai maker jahat dan
komplotan-komplotan pengacau.
Beberapa petani di daerah Badar melapor
kepada Rasulullah bahwa kebun dan tanaman mereka diserobot oleh
orang-orang musyrik. Nabi pun segera memerintahkan pasukan berkuda untuk
mengejar mereka. Namun, sebelum pecah pertempuran, gerombolan liar itu
sudah lari terbirit-birit. Inilah yang disebut perang Badar Assughra,
Perang Badar Kecil.
Dalam bulan Ramadhan tahun berikutnya,
barulah meledak perang Badar Al-Kubra. Tentara kedua belah pihak, Islam
dan musyrikin, beradu laga di dekat sebuah perigi milik seorang penduduk
yang bernama Al-Badar.
Sebelum berangkat, Rasulullah menetapkan dirinya akan berada di lini depan, memimpin pasukan-pasukan perintis.
Muadz bin Jabal keberatan. Ia
menyanggah, “Tidak, wahai Rasulullah. Engkau akan menjadi sasaran
senjata musuh. Hal ini berbahaya bagi kelangsungan syiar agama Allah.
Sebaiknya, kamilah yang membuat pagar semacam cungkup. Engkau berada di
tengah-tengahnya untuk memeberikan aba-aba dan komando. Dalam keadaan
terlindung engkau bisa memantau situasi pertempuran sehingga dapat
mengatur taktik dan siasat.
Melalui perdebatan keras, akirnya Nabi
mengalah. Ia terpaksa mengikuti Muadz bin Zabal, mengurungkan niatnya
hendak maju ke garis depan. Dalam perang tersebut umat Islam berhsil
merebut kemenangan yang gilang-gemilang lantaran mereka denganpenuh
disiplin yang tinggi bersedia mematuhi segala perintah Nabi. Padahal,
jumlah pasukan musuh tiga kali lebih besar daripada tentara Islam.
Mereka kembali ke Madinah membawa tujuh
puluh orang tawanan kaum musyrikin. Hal ini menjadi masalh pelik, sebab
berlangsung perdebatan sengit tentang bagaimana cara memperlakukan para
tawanan itu. Kalau ditahan, mereka akan menjadi beban umat Islam. Bila
dilepaskan, mereka boleh jadi akan bergabung dengan kaumnya dan
memperbesar peluang untuk menghancurkan kota Madinah.
Umarlah yang mula-mula mengajukan
sarannya . “Mereka telah cukup membikin susah kita. Diasa mereka me;I;it
sekujur badan, dan kaki sampai ke ubun-ubun. Bunuh habis saja
tawanan-tawanan itu.”
Banyak sahabat yang menyetujui saran
Umar ini, sebab mereka telah mengalami penyiksaan kaum musyrikin semasa
masih tinggal di Makkah.
Tetapi Abubakar berpendapat lain,
“Jangan begitu, wahai Rasulullah. Mereka telah menyerah meskipun
penyerahan mereka dilakukan karena terpaksa.”
“Jadi, bagaimana pendapatmu, Abubakar?” tanya Rasulullah.
“Kurungkan mereka, dan bebaskan jika
keluarganya membayar tebusan. Ini bakal menguntungkan kita, memperbesar
jumlah dana yang kita butuhkan. Siapa tahu mereka insaf dan masuk Islam.
Golongan ini wajib kita lindungi keselamatannya,” ujar Abubakar.
Sesudah bermusyawarah beberapa lama,
akhirnya dikeluarkan keputusan tentang perlakuan atas ketujuh puluh
tawaran itu. Ketetapan itu berisi, setiap tawanan yang mampu menebus
dirinya, segera dilepaskan. Semua tawanan yang bisa mengajarkan tulis
baca kepada sepuluh anak umak Islam, dibebaskan. Tetapi, akhirnya tidak
ada yang ditahan lagi karena para tawan miskin pun dilepaskan juga.
Menanggapi sikap bertentangan antara
Abubakar dan Umar, Rasulullah bersabda, “Abubakar itu seperti Ibrahim.
Menghadapi kaumnya yang banyak membangkang Ibrahim Cuma berkata,
‘barangsiapa mengikuti ajaranku, dia termasuk golonganku. Dan
barangsiapa yang mendurhakai aku, kuserahkan nasibnya kepada Allah Ynag
Maha Pengasih lagi Penyayang.’”
“Bagaimana pendapatmu tentang Umar?” tanya sahabat pula.
“Umar bin Khattab itu sama dengan NUh.
Karena jengkelnya kepada kaumnya yang durjana, Nuh berdoa, ‘Ya Allah.
Jangan sisakan seorang pun dari orang-orang kafir itu untuk tingaal di
bumi.’ Akibatnya, banjir dunia menenggelamkan seluruh umat Nuh, kecuali
yang mau naik perahunya.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar