SAHABAT Yang Tepat Panahnya Terkabul
Doanya dialah ; Sa’ad bin Abi Waqqash bin Wuhaib bin ‘Abdi Manaf hidup
di Bani Zuhrah, yang merupakan paman-paman Nabi shallallahu ‘alaihi
wasallam dari pihak ibu. Wuhaib adalah kakek Sa’ad. Dia adalah paman
Aminah binti Wahab, ibu Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam.
KEUTAMAAN BELIAU
“Aku adalah orang ketiga yang paling dulu masuk Islam, dan aku adalah orang yang pertama kali memanah musuh di jalan Allah.” Demikianlah Sa’ad bin Abi Waqqash memperkenalkan dirinya.
Allah Subhanahu wa Ta’ala telah
menjadikan Sa’ad sebagai orang yang menyebabkan turunnya salah satu ayat
Alquran, Allah Subhanahu wa Ta’ala menurunkan firman-Nya :
وَإِنْ جَاهَدَاكَ عَلَىٰ أَنْ تُشْرِكَ
بِي مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ فَلَا تُطِعْهُمَا ۖ وَصَاحِبْهُمَا فِي
الدُّنْيَا مَعْرُوفًا ۖ
“Dan jika keduanya memaksamu untuk
mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang
itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di
dunia dengan baik.” QS Luqman : 15
Sa’ad selalu teringat akan sabda
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam yang ditujukkan kepadanya,
“Makanlah yang baik-baik, wahai Sa’ad, niscaya doamu akan dikabulkan.”
Dia juga teringat sabda Rasulullah
lainnya, “Ya Allah, tepatkanlah lemparannya dan kabulkanlah
doanya.” Allah Subhanahu wa Ta’ala mengabulkan doa Nabi-Nya itu, maka
Sa’ad radhiallahu ‘anhu pun menjadi pemanah jitu dan doanya selalu
terkabulkan.
PANGLIMA PERANG
‘Abdur Rahman bin ‘Auf berkata kepada ‘Umar, “Sebaiknya kamu mengutus orang yang memiliki cakar-cakar seperti singa. Dia adalah Sa’ad bin Abi Waqqash.”
‘Umar pun mempertimbangkan perkataan
‘Abdur Rahman tersebut hingga akhirnya dia berpendapat bahwa Sa’ad
merupakan singa yang pantas untuk dipercaya melakukan tugas yang sulit
itu. ‘Umar pun menunjuknya sebagai pemimpin pasukan, lau dia berkata
kepadanya, “Wahai Sa’ad, janganlah kamu terperdaya bila dikatakan
(kepadamu) : ‘Engkau dalah paman Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam
dan engkau adalah shhabat Rasulullah.’ Sesungguhnya Allah Subhanahu wa
Ta’ala tidak akan menghapus suatu kejelekan dengan kejelekan lainnya,
melainkan dia akan menghapus suatu kejelekan dengan kebaikan. Wahai
Sa’ad, sesungguhnya tidak ada satu hubungan pun antara Allah dengan
salah seorangpun (dari hamba-hamba-Nya), kecuali hubungan ketaatan.”
Sa’ad bin Abi Waqqash
pun keluar sebagai singa bagi Allah dan Rasul-Nya yang diutus untuk
memimpin kaum muslimin dalam sebuah peperangan yang sangat menentukan di
negeri Qadisiyah.
Menjelang perang Qadisiyyah, setelah
delegasinya kembali dari Rustum untuk mengabarkan kepadanya bahwa yang
dipilih adalah perang, maka kedua matanya penuh dengan air mata.
Sebenarnya ia menginginkan agar perang diundurkan sementara waktu atau
dimajukan sedikit, karena sakit yang menimpanya cukup parah. Bisul-bisul
memenuhi tubuhnya sehingga tidak dapat duduk. Ketika ia pergi dan
berdiri di tengah pasukannya untuk memberikan orasi, ia memulai orasinya
dengan sebuah ayat al-Qur’an. Allah Ta’ala berfirman,
“Dan sungguh telah Kami tulis di dalam
Zabur sesudah (Kami tulis dalam) Lauh Mahfuzh, bahwasanya bumi ini
dipusakai hamba-hambaKu yang shalih.” (Al-Anbiya’: 105)
Kemudian ia shalat Zhuhur bersama
pasukan, lalu bertakbir empat kali, kemudian memerintahkan para prajurit
dengan ucapan, “Mari kita menuju keberkahan Allah.” Pasukan Persia pun
berjatuhan seperti lalat, dan berjatuhan pula bersama mere-ka kaum
Majusi serta para penyembah api.
Pada suatu hari, pada tahun 54 H, dan
usia Sa’d telah mencapai 80 tahun; Di sana, di rumahnya, di ‘Aqiq, ia
bersiap untuk berjumpa Allah Ta’ala. Radhiyallahu a’nu wa ardhahu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar